Galih Poenya Cerita

9.26.2010

MAKAM KYAI MLATI

Makam kyai mlati terletak d pusat kota Klaten, tepatnya d JL. Anggrek, Sekalekan, Klaten. Mungkin belum banyak orang yang tau tentang makam kyai mlati ini, makam Kyai mlati ini d keramatkan, oleh warga sekitar karena merupakan asal mula dari Klaten sendiri.
Di komplek makam Kyai Mlati ini terdapat banyak makam tua. Tapi yang satu petak dengan makam Kyai Mlati terdapat tiga makam yaitu makam Kyai Mlati dan Istrinya, dan makam adek dari Kyai Mlati. Dan di dekat makam tersebut ada pohon yang dikeramatkan juga. Jika dilihat secara sekilas kompleks Makam Kyai Mlati tersebut memang seperti tidak terurus. Makam Kyai mlati juga hanya diselimuti kain kafan (.......), tidak seperti makam yang lainnya. Makamnyapun tidak seperti makam jaman sekarang, tapi hanya seperti batu bata yang di susun saja. Makam itu memang dibiarkan seperti itu, agar terlihat alami dan masih ada unsur sejarahnya.
Sebenarnya sudah banyak orang yang tahu akan makam Kyai mlati ini. Kebanyakan orang yang datang ke Makam Kyai Mlati ini untuk mohon doa. Menurut kepercayaan orang yang datang kesana, akan terkabul. Tak sembarang orang juga yang memohon doa d makam tersebut. Salah satunya Bpk Bupati Klaten. Contohnya orang-orang berdoa disana untuk mendapatkan jabatan, untuk kelulusan ujian, jodoh dan segala macam yang mereka inginkan. Tapi sebelumnya harus percaya dulu, utuk sebagian orang yang masi percaya kejawen.
Belum lama ini Bapak Bupati juga mengadakan kirap ke makam kyai mlati, yang dtujukan untuk, memperingati sejarah nama kota klaten.

KLATEN

Daerah yang terkenal karena kesuburannya dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dan tanah bergelombang yang berada di jalur utama Solo-Yogyakarta. Berbatasan dengan Kabupaten Boyolali di utara, dan Kabupaten Sukoharjo di timur, serta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat.
Mengenai asal muasal nama klaten ada dua versi, berasal dari kata kelati (buah bibir) kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Versi kedua menyebutkan berasal dari kata Melati kemudian berubah menjadi Mlati dan berubah lagi jadi kata Klati, untuk memudahkan ucapan kata Klati berubah menjadi kata Klaten. Awalnya merupakan hutan belantara lalu datanglah Kyai Melati Sekolekan, nama lengkap dari Kyai Melati kemudian menetap di daerah ini. Oleh masyarakat setempat dukuh tempat tinggal Kyai Melati diberi nama Sekolekan yang di ambil dari nama lengkap Kyai tersebut. Dari kata Sekolekan kemudian berkembang menjadi Sekalekan sampai sekarang. Di Dukuh ini pula Kyai Melati di makamkan. Semasa hidupnya Kyai Melati dikenal sebagai orang yang berbudi luhur dan sakti sehingga tidak heran jika perkampungan ini aman dari gangguan perampok.
Hingga sekarang belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri dan sejarah mengenai kota ini masih simpang siur. Selama ini  peringatan tentang Klaten di ambil dari hari jadi pemerintah Kab Klaten, yang dimulai dari awal terbentuknya pemerintahan daerah otonom pada tahun 1950.

Legenda Sendang Sinongko

Disebutkan bahwa pada dahulu kala terdapat suatu Kadipaten yang pusat pemerintahanya berada di Perdikan (sekitar sendang Pokak) dan memiliki suatu Patirtan yang di pergunakan sebagai tempat bersuci atau pemandian. Wilayah kadipaten ini berbatasan di sebelah barat dengan Gunung Merapi dan sebelah Timur dengan Gunung Lawu yang di pimpin oleh seorang Adipati bernama Ki Singodrono dan di bantu oleh seorang patih yang bernama Ki Irokopo. Dalam menjalankan pemerintahan keduanya sangat arif dan bijaksana serta ahli di bidang ilmu kebatinan dan kamuksan

Alkisah suatu hari kadipaten Gunung Lawu dan Gunung Merapi di bawah naungan kerajaan Pantai Selatan yang di kuasai oleh Kanjeng Ratu Kidul atau yang lebih di kenal  dengan sebutan Nyi Roro Kidul meminta upeti / pisungsung berupa hewan dan manusia setiap tahunnya. Tentu saja hal ini di tolak mentah-mentah oleh Ki Singodrono dan Ki Irokopo, mereka hanya menyetujui pinsungsug berupa hewan saja. Mengetahui permintaanya tidak di laksanakan, marahlah Nyi Roro Kidul dan pertempuran pun tidak dapat dielakakan.

Terjadilah pertempuran hebat antara Nyi Roro Kidul dan Adipati Ki Singodrono yang dibantu oleh patihnya Ki Irokopo. Dalam pertempuran ini dimenangkan oleh Nyi Roro Kidul dan menyebabkan beliau berdua meninggal mukso (hilang jasad). Ki Singodrono meninggal mukso di Sendang Barat (Sendang Sinongko) dan Ki Irokopo meninggal mukso di Sendang Timur di daerah Pokak.
Begitulah legenda asal mula terbentuknya Sendang Sinongko. Sedangkan nama Sinongko merupakan pemberian dari Raja Surakarta Sinuwun ke VII yang pada saat melakukan perjalanan ke Yogyakarta singgah dan beristirahat sambil makan buah nongko, kemudian membuang isinya ke sendang sambil bersabda ”.Mangke saumpami wosipun nangka menika tuwuh lan saged gesang, tuwin sendang menika dados rejo supados dipun paringi asma sendang Sinongko.”
Setiap setahun sekali tepatnya pada Jumat Wage di bulan Agustus atau awal September sehabis panen di musim kemarau di lakukan acara adat TASYAKURAN BERSIH SENDANG SINONGKO yang mengandung makna agar warga masyarakat menjaga keseimbangan lingkungan dengan mengadakan acara bersih sendang supaya airnya tetap bersih dan jernih sehingga sendang ini bisa dimanfaatkan ubtuk mengairi sawah dan sekitrnya sepanjang musim.

Tradisi ini berawal pada suatu hari di musim kering ada seorang petani yang beristirahat di bawah pohon dekat Sendang. Dia bermimpi ditemui seseorang yang memintanya untuk sodakoh dan sesaji di Sendang ini berupa nasi tumpeng, kambing di masak becek serta minuman dawet agar panennya melimpah.

Pada saat perayaan ini hampir semua warga memenuhi sendang. Mereka bersiap sejak pagi dengan membawa tenong berisi nasi, lauk pauk, buah serta minuman dawet. Tenong tersebut di jajar di sekitar sendang yang disusun berkelompok sesuai dengan RT masing – masing. Dalam perayaan ini juga dimanfaatkan warga untuk memamerkan replica dari limbah kayu jati yang hasil produksinya telah di ekspor sampai Amerika dan Eropa.

MAKAM KA. PANDANARAN

Terletak di Bukit Jabalkat desa Paseban kecamatan Bayat kurang lebih 15 km ke arah selatan Klaten terdapat komplek Makam Sunan Pandanaran. Beliau adalah Bupati Semarang yang di utus Sunan Kalijogo (Wlisongo) untuk menyebarkan agama Islam.  Di dampingi istrinya Ia pun memulai perjalan ke arah  selatan melalui daerah yang sekarang dinamakan Salatiga , Boyolali,Mojosongo, Sela Gringging dan Wedi, lalu menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat.

Pada hari-hari tertentu, seperti malam Selasa Kliwon, Jumat Kliwon, atau hari pasaran Jawa tertentu misalnya legi, pon atau wage, makam dari tokoh sekaligus ulama penyebar agama Islam di tanah Jawa ini ramai pengunjung, Biasanya para wisatawan yang datang ke tempat ini selain berwisata ziarah untuk mengetahui makam Ki Pandanaran, juga ada yang melakukan tirakat dan minta berkah agar rejekinya lancar, enteng jodoh, naik pangkat/jabatan dan keselamatan.